Sejarah Kota Subang

7 minutes reading
Monday, 27 Mar 2023 14:01 0 191 setiawan

Sejarah Kota Subang – Blog ini berisi informasi tentang kegiatan Pemdes Gempol, perkembangan desa, cerita tentang pemilik desa, foto desa dan kejadian yang terjadi di desa Gempol, Kecamatan Pusakanagara, provinsi Subang.

Kabupaten Subang adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Subang. Wilayah ini berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, wilayah Indramayu di sebelah timur, wilayah Sumedang di sebelah tenggara, wilayah Bandung di sebelah selatan, wilayah Purwakarta dan wilayah Karawang di sebelah barat.

Sejarah Kota Subang

Menurut Perda Provinsi Subang No. 3 Tahun 2007, wilayah Subang dibagi menjadi 30 pemekaran, terbagi menjadi 245 desa dan 8. Pusat Pemerintahan Kabupaten Subang.

Soebang Tempo Doeloe

Kawasan ini berada di sepanjang pantai utara, namun ibu kota Kabupaten Subang tidak searah dengan itu. Jalan pantura Kabupaten Subang merupakan salah satu jalan tersibuk di Pulau Jawa. Kota-kota kecil di jalan ini adalah Ciasem dan Pamanukan. Selain melalui Pantura, Kabupaten Subang juga dilintasi Jalan Alternatif Sadang Cikamurang yang melewati pusat Kabupaten Subang dan menghubungkan Sadang, Wilayah Purwakarta hingga Tomo, Kabupaten Sumedang, jalan ini sangat ramai. . apalagi saat hari raya seperti lebaran. Kabupaten Subang yang terhubung langsung dengan wilayah Bandung di bagian selatan memiliki jalur langsung yang menghubungkan jalan pantura dengan kota Bandung. Jalan ini sangat cocok untuk melewati panorama indah berupa perkebunan teh yang sejuk dan kawasan wisata Pemandian Air Panas Ciater dan Gunung Tangkuban Prahu.

Sebagian besar masyarakat Subang adalah orang Sunda yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa sehari-hari. Namun, di beberapa daerah pesisir orang menggunakan bahasa Jawa di Cirebon (Dermayn).

Bukti keberadaan kelompok sosial awal di Kabupaten Subang adalah ditemukannya kapak batu di daerah Bojongkeding (Binong), Pagaden, Kalijati dan Dayeuhkolot (Sagalaherang). Hasil seni Neolitik menunjukkan bahwa pada masa itu di wilayah Subang, kelompok masyarakat dari sektor pertanian hidup dengan sangat sederhana. Selain itu, pada masa awal kebudayaan perunggu juga berkembang, seperti yang ditunjukkan dengan ditemukannya situs desa Engkel, Kecamatan Sagalaherang. Penyidik ​​sedang menyelidiki lokasi Nyai Subanglarang yang diyakini sebagai asal muasal nama “Subang”.

Seiring berkembangnya kebudayaan Hindu, Kabupaten Subang menjadi bagian dari 3 kerajaan, yaitu Tarumanagara, Galuh dan Pajajaran. Pada masa Dinasti ke-3 diyakini bahwa Kabupaten Subang memiliki hubungan dengan beberapa kerajaan bahari di luar pulau. Tetap berupa tembikar Cina Pateggeng (Kalijati) yang menunjukkan bahwa hubungan perdagangan terjalin di daerah yang jauh pada abad ke-7 hingga ke-15. Laporan lain mengatakan bahwa pada saat itu wilayah Subang diperintah oleh Kerajaan Sunda. Kesaksian Tome’ Pires, seorang Portugis yang berkelana ke pulau itu, mengatakan bahwa ketika ia menjelajahi pantai utara Jawa, wilayah sebelah timur Sungai Cimanuk hingga Banten merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Sunda.

Selisik Titik 0 Km Subang: Sejarah Dan Kondisinya Kini Yang Miris

Termasuk menemukan berbagai dekorasi dan aksesoris dari luar negeri, seperti keramik dari China dan Thailand. Penyebaran agama Hindu-Buddha di Subang dapat dilihat dalam berbagai hal, seperti arca Nandi (Lembu) yang terdapat di Cipancar, Sagalaherang, arca Dewa Siwa (Maitreya) di Patok Beusi dan berbagai perkakas besi/perunggu. digunakan pada periode Hindu-Buddha.Buddha.

Kedatangan kekuatan kebudayaan Islam di wilayah Subang tidak dikira karya seorang ulama terkenal, Goparana Kerajaan Talaga, Majalengka. Sekitar tahun 1530, Dinasti Goparana membuka pemukiman baru di Sagalaherang dan menyebarkan Islam ke berbagai wilayah Subang.

Pasca tumbangnya Dinasti Pajajaran, wilayah Subang, seperti halnya wilayah lain di Pulau Jawa, menjadi medan pertempuran berbagai kekuatan. Tercatat kerajaan-kerajaan Banten, Mataram, Sumedanglarang, VOC, Inggris dan Kerajaan Belanda berusaha mempengaruhi daerah-daerah yang cocok untuk pertanian dan lokasi-lokasi strategis untuk penguasaan Batavia. Pada masa perang antara Mataram dengan VOC, Kabupaten Subang khususnya wilayah utara dijadikan jalur bagi pasukan Sultan Agung untuk menyerang Batavia. Saat itu terjadi konflik budaya antara Jawa dan Sunda, banyak prajurit Sultan Agung yang tidak kembali ke Mataram dan menetap di provinsi Subang. Pada tahun 1771, ketika berada di bawah kekuasaan Dinasti Sumedanglarang, di Subang, Pagaden, Pamanukan, Ciasem tercatat seorang raja dari ab. Pada masa pemerintahan Sir Thomas Stamford Raffles (1811-1816), konsesi diberikan kepada perusahaan swasta Eropa untuk mengelola tanah di provinsi Subang. Tahun 1812 menandai awal kepemilikan tanah oleh pemilik tanah yang kemudian membentuk perusahaan pertanian Pamanoekan en Tjiasemlanden (P&T Lands). Administrasi wilayah yang luas ini berlanjut hingga diserahkan kepada pemerintah Kerajaan Belanda. Lahan yang dikelola dinas pertanian saat itu mencapai 212.900 hektar. dan hak pribadi. Untuk menguasai kawasan ini, pemerintah Belanda telah membentuk beberapa distrik untuk mengawasi kawasan-kawasan kecil. Saat itu wilayah Subang berada di bawah pimpinan direktorat BB (bienenlandsch bestuur) Subang. Sekitar tahun 1840 Hofland menjadi salah satu pemilik P&T Lands. Hingga tahun 1858, semua provinsi P&T adalah independen. Kemudian pemerintah Hindia Belanda bersepakat pada tanggal 18 Agustus 1858 mengangkat seorang pejabat khusus pemerintah bernama Demang. Inilah mengapa Subang menjadi 8 Kademangan saat itu, yaitu Kademangan Batu Sirap (Cisalak), Cherang (Wanareja), Sagalaherang, Pagaden, Pamanukan. , Ciasem, Malang (Purwadadi) dan Kalijati. Mencoba memperbaiki koloni, Hofland membangun gedung yang disebut Societiet (sekarang Wisma Karya). Sekitar tahun 1929 gedung ini direnovasi dan dibuka oleh Ny. W.H. Konservasi Gedung ini awalnya dibangun untuk tempat tinggal bersama para pejabat P&T Lands, sebagai tempat bermain, billiard, bowling dan golf.

Sedikit catatan sejarah tentang kegiatan awal tahun 1900-an di Kabupaten Subang. Namun setelah Konferensi Sarekat Islam Bandung tahun 1916 di Subang, cabang organisasi Sarekat Islam didirikan di desa Pringkasap (Pabuaran) dan Sukamandi (Ciasem). Kemudian pada tahun 1928 Persatuan Pasundan dibentuk dengan Darmodiharjo (pegawai kantor pos) sebagai ketua dan Odeng Jayawisastra (pegawai P&T Lands) sebagai sekretaris. Pada tahun 1930, Odeng Jayawisastra dan rekan-rekannya melakukan pemogokan di percetakan P&T Lands yang menyebabkan terhentinya sementara percetakan tersebut. Akibatnya, Odeng Jayawisastra diberhentikan sebagai karyawan P&T Lands. Selain itu, Odeng Jayawisastra dan Tohari mendirikan cabang Partai Nasional India di Subang. Sedangkan Darmodiharjo mendirikan cabang Nahdlatul Ulama pada tahun 1935, setelah cabang Parindra dan Partindo di Subang. Ketika Partai Politik Indonesia (GAPI) di Jakarta menuntut agar Indonesia memiliki parlemen, GAPI Cabang Subang menggelar rapat massa di Teater Sukamandi untuk menyampaikan tuntutan serupa kepada GAPI Pusat.

Jembatan Lori Jadi Situs Sejarah Peninggalan Belanda Di Subang

Pendaratan pasukan Jepang di pantai timur Eretan dilanjutkan pada 1 Maret 1942 dengan direbutnya Pangkalan Angkatan Udara Kalijati. Perebutan stasiun ini memiliki sejarah tersendiri dalam sejarah pemerintahan Hindia Belanda, karena tidak lama kemudian tentara Hindia Belanda menyerah kepada tentara Jepang. Oleh karena itu, Hindia Belanda langsung jatuh ke tangan tentara Jepang. Para pejuang terus bergerak di bawah tanah selama pendudukan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, Sukandi (guru Landschbouw), R. Kartawiguna dan Sasmita ditangkap tentara Jepang.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia di Jakarta menyebabkan banyak berdirinya organisasi militan di Subang antara lain Badan Keamanan Umum (BKR), API, Pesindo, Lasykar Kaimahi dan lain-lain, banyak anggota salah satu anggota perang kemudian menjadi anggota organisasi. TNI Ketika pasukan KNIL kembali menduduki Bandung, para pejuang Subang menghadapi dua front, yaitu front selatan (Lembang) dan front barat (Gunung Putri dan Bekasi). Pada tahun 1946, kedudukan Jakarta terletak di Subang. Tentunya pemilihan lokasi ini bergantung pada strategi pertempuran. Pemukim pertama Sewaka menjadi Gubernur Jawa Barat. Kemudian Kusnaeni mengubahnya. Pada Desember 1946, Kosasih Purwanegara diangkat, tanpa mencopot Kusnaeni. Selang beberapa waktu, Mukmin diangkat menjadi pengurus setempat. Pada masa perang tentara Belanda I, menurut garis komando utama, desa ini tidak jauh dari Subang. Bersama para pemburu, masyarakat berada di daerah Songgom, Suryan dan Çimenteng. Residen Kosasih Purwanagara meninggalkan Subang pada 26 Oktober 1947, dan para pejabat Mukmin yang meninggalkan Purwakarta pada 6 Februari 1948 tidak melapor ke medan perang. Hal ini berujung pada pertemuan pada tanggal 5 April 1948 di Cimanggu, Desa Cimenteng. Konferensi yang dipimpin oleh Karlan tersebut diputuskan sebagai berikut: 1. Dilantiknya perwakilan Diyanet untuk penduduk zona perang Purwakarta. 2. Negeri Karawang Timur adalah Kerajaan Karawang Timur dan penguasa pertamanya adalah Danta Gandawikarma. 3. Karawang Barat Wilayah Karawang Barat dan penguasa pertamanya, Syafey. Karawang Timur adalah Kabupaten Subang dan Kabupaten Purwakarta. Saat itu, kedua provinsi dan ibu kota Subang disebut Kabupaten Purwakarta. Pada tanggal 5 April 1948, penetapan Provinsi Karawang Timur dijadikan dasar lahirnya Kerajaan Subang yang kemudian ditetapkan dengan Undang-undang DPRD No. 01/SK/DPRD/1977. Gubernur Purwakarta Provinsi Subang. Atju dibuka pada tanggal 25 Januari 1967. Namun setelah ditetapkannya UUD. Disini anda 4 Tahun 1968 membagi Kabupaten Purwakarta menjadi dua yaitu Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang. R. Atju Syamsudin merupakan gubernur distrik pertama Kabupaten Subang pada masa Orde Baru.

Menurut UU No. 4 Tahun 1968, Kabupaten Purwakarta dimekarkan menjadi dua kabupaten, Kabupaten Purwakarta & Kabupaten Subang. Di bawah ini adalah daftar raja yang bertugas di Kabupaten Subang, Jawa Barat.

Peta Lokasi Kabupaten Subang : 107″ 31′ – 107″ 54′ BT dan 6″ 1′-6″ 49′

Museum Wisma Karya

Hotel murah di subang kota, kosan subang kota, subang kota, hotel subang kota, penginapan murah di subang kota, sejarah subang, hotel di subang kota, perumahan subang kota, hotel murah subang kota, penginapan di subang kota, sejarah kota subang jawa barat, reddoorz subang kota

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    LAINNYA