Sejarah Kota Purwakarta

8 minutes reading
Friday, 31 Mar 2023 03:01 0 218 setiawan

Sejarah Kota Purwakarta – Seperti disebutkan sebelumnya, Masjid Agung pendahulunya dibangun hampir bersamaan dengan paviliun. Di Jawa Barat khususnya dan di pulau Jawa umumnya, setiap kota adat yang ditetapkan sebagai pusat pemerintahan kabupaten memiliki ciri utama berupa pendopo, alun-alun, dan masjid besar. Ketiga episode tersebut diproduksi hampir bersamaan.

Artinya pada awal pendiriannya, Masjid Agung Purwakarta dibangun oleh masyarakat Sindangkasih yang dipimpin oleh Hoofdpangulu (Kepala Pangeran) dan Gubernur R.A.A. Suryavinatha alias “Dalem Sholawat” (1830 – 1849).

Sejarah Kota Purwakarta

Saat itu, Raden Haji Yusuf (Baing Yusuf) menjadi Hoofdpangulu Kabupaten Karwang. Ia menjadi Hoofdpangulu Karwang sejak tahun 1828 (Almanac van Nederlandsch ind, 1828: 59). Dalam kapasitas itu, Byng Yusuf juga menjabat sebagai pengurus Masjid Agung Purkarta.

Pengawasan Bus Karyawan Dan Angkutan Umum

Pada tahap awal, kondisi bangunan masjid masih sangat sederhana, mirip dengan kondisi bangunan pendopo yang belum berstruktur permanen. Atap masjid berbentuk atap menjorok, ciri khas masjid tradisional. Saat itu, atapnya sebagian besar terbuat dari ijuk dan strukturnya terbuat dari kayu dan bambu.

Masjid ini dibangun jauh dari boulevard setempat sehingga kebutuhan air tidak menjadi masalah. Bangunan masjid tersebut tentunya menjadi tempat ibadah bagi umat Islam yang tinggal di kota Purkarta dan Kabupaten Sindangkasih. Sayangnya, tidak ada dokumen atau catatan yang ditemukan yang menunjukkan populasi daerah tersebut pada tahun 1830-an.

Disebutkan bahwa pada tahun 1854 mandapa direnovasi pada pendahulu. Saat itu, pemerintah Tatar Sunda tidak hanya merenovasi bangunan pendopo tetapi juga Masjid Raya. Renovasi kedua bangunan tersebut berlangsung hampir bersamaan.

1850 (Harjasputra, 2002: 66). Mirip dengan yang terjadi di Kabupaten Bandung sekitar waktu yang sama (pertengahan abad ke-19), Masjid Agung pendahulunya direnovasi pertama kali sekitar tahun 1854 pada masa pemerintahan Bupati R.T.A. Sastradiningrate I (1854 – 1863).

Sejumlah Tempat Wisata Religi Purwakarta Yang Jadi Rekomendasi

Perbaikan dilakukan sesuai dengan kehidupan manusia di wilayah ibukota dan berdasarkan kebutuhan pengguna. Pengguna Masjid Agung secara alami berasal dari lokal. Pada tahun 1845 penduduk asli daerah Sindangkasih lebih dari 7000 jiwa (Tidsschrift voor Nierlands Ind, 1847: 120). Populasi pasti akan meningkat di tahun-tahun mendatang. Warga tersebut merupakan pengguna utama Masjid Agung Purkarta saat itu.

Bahkan sebelum pesantren ada, Masjid Raya diduga menjadi tempat belajar agama. Selain itu, masjid sering digunakan untuk pernikahan, perceraian, rukun dan kegiatan lain yang berkaitan dengan prinsip-prinsip agama.

Akad nikah biasanya dilakukan di mesjid, maka pergi ke mesjid untuk membuat akad nikah disebut “Ka Bale Nyungchung”. Arti Nyungcung kerucut mengacu pada bentuk atap masjid. Sudah menjadi kelaziman, pada akhir bulan Ramadhan setiap tahunnya, masjid berfungsi sebagai tempat pengumpulan zakat firaun dan zakat lainnya. Kemegahan Masjidil Haram dapat disaksikan setiap tahun saat peristiwa Idul Fitri dan Idul Adha.

Pendahulu Masjidil Haram diperintah oleh Baing Yusuf hingga kematiannya pada tahun 1856. Belakangan masjid ini dipimpin oleh seorang keturunan Baying Yusuf, yaitu Kiai Haji r. Maju ke 1937 oleh Marzuki (Membeli Marzuki).

Masjid Agung Baing Yusuf, Sejarah Penyebaran Islam Di Purwakarta

Sejak pertengahan abad ke-19 hingga saat ini, Masjid Agung Purkarta telah mengalami beberapa kali renovasi. Pada tahun 1926, air dan kamar mandi dipasang di masjid. Tokoh masyarakat Purkarta R. Pembangunan fasilitas masjid diprakarsai oleh Ibrahim Singadillaga (Ketua Panitia Pembangunan Masjid Agung, 1993/1994: 2).

Pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, Masjid Raya merupakan bangunan fasilitas di kota yang tidak diganggu atau ditempati oleh penjajah. Ini terjadi karena penjajah khawatir jika fungsi masjid terganggu, gerakan Islam yang lebih kuat dan lebih besar akan bangkit melawan para pemukim.

Setelah Indonesia merdeka, Masjid Agung Purokarta mengalami beberapa kali renovasi. Pada tahun 1955, di sisi kiri masjid dibangun ruangan untuk kantor Pengadilan Agama. Pembangunan gedung perkantoran dimulai di bawah kepemimpinan R. Andis, K.H. R. Santang dan K.H. Kasih sayang AOP. Pada tahun 1967, ruangan masjid diperluas dengan menambah sayap dan tempat pemandian.

Sekitar 12 tahun kemudian (1979), masjid ini direnovasi besar-besaran, namun masih mempertahankan bentuk dan nilai seni aslinya. Renovasi dilakukan oleh H.J., pendahulu Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten. Mami Satibi Darvis, istri Lt. Jenderal dr. H.R.A. Satibi Darwis. Setelah renovasi selesai, Masjid Raya Purkarta diresmikan oleh Menteri Agama RI, Letkol. Jenderal H. pada tahun 1980.

Alun Alun Purwakarta Merupakan Wisata Yang Lengkap Di Tengah Kota

Beberapa tahun kemudian, sebagian warga pendahulu menginginkan Masjidil Haram dibangun kembali, terutama sejalan dengan perkembangan kehidupan beragama dan pembangunan daerah pada umumnya. Menanggapi keinginan masyarakat, dr. H. Binyamin Dudih, SH. Pendahulu berinisiatif mempertimbangkan pemugaran Masjidil Haram sebagai Bupati/Kepala Daerah Tingkat II. Dalam debat itu, anggota dewan mendapat kepercayaan dari para debat untuk memimpin panitia pembangunan masjid.

Kelangsungan masjid agung Purkarta dari masa ke masa menambah nilai dan makna masjid dalam sejarah kota Purkarta. Kata pengantar ini memberikan gambaran tentang perkembangan ajaran Islam dari waktu ke waktu.

Meski bangunan masjid sudah beberapa kali direnovasi dan akhirnya dipugar, namun masjid ini tetap memiliki nilai sejarah meski tidak setinggi nilai sejarah Pendopo. Satu hal yang memperkuat nilai sejarah kawasan Masjid Agung Pendahulu adalah keberadaan makam Bupati RTA. Gandanagar – Bupati Karawang ke-15 (1911-1925) tinggal di Purkarta – di belakang masjid.

Yang terakhir menjadi alasan kuat untuk tidak memindahkan masjid, karena – seperti yang disebutkan sebelumnya – masjid yang megah adalah salah satu fitur terpenting kota. Kota Purvkarta memiliki sejarah panjang. Berdasarkan naskah resmi berupa besluit (keputusan), pendahulu dilantik pada 20 Juli 1831. Itu berarti usianya sudah lebih dari satu abad. Sepanjang sejarahnya, Purkarta telah memiliki status dan fungsi sebagai pusat pemerintahan kabupaten. Semula ibu kota Kabupaten Karwang (1831–1950), kemudian menjadi ibu kota Kabupaten pendahulu (1968–sekarang).

Nikmati Sensasi Masa Lampau Di Museum Bale Indung Rahayu Purwakarta

Sesuai dengan fungsi intinya, sejak awal keberadaannya, sarana dan prasarana telah dibangun di Pravkarta untuk kepentingan kehidupan pemerintahan dan sosial budaya. Ciri dan fasilitas yang dimaksud terutama adalah Bumi Azeng, Pendopo, Situ Boulevard, Masjid Agung yang dibangun oleh pemerintah daerah dan bangunan tempat tinggal, bangunan kembar, stasiun kereta api yang dibangun oleh pemerintah kolonial. Gedung-gedung yang dibangun pihak kolonial kini menjadi milik bekas Pemkab.

Dibangun pada tahun 1854 pada masa penjajahan Belanda dengan arsitektur Eropa, Gedung Negara kini berada di Jalan Gandanegra no. 4 tepatnya. 25. Selain arsitektur kuno bangunan ini juga memiliki nilai sejarah perjuangan nenek moyang pada masa penjajahan Belanda dan penjajahan Jepang.

Bumi Ajeng terbentuk dalam proses pemindahan ibu kota Kabupaten Karwang dari Wanyasa ke Sindangkasih (lanjutan). Gedung ini diresmikan oleh Gubernur Karwang R. Suryavinatha (Dalem Solavat). Bangunan ini dibangun setelah gubernur memutuskan sebagian tanah Sindangkasih akan dibangun menjadi ibu kota baru Kabupaten Karwang (semester pertama tahun 1830).

Gubernur R.A. Suryavinatha dan keluarganya tinggal di Bumi Ageng yang berfungsi sebagai gubuk darurat. Bangunan itu masih berdiri sampai sekarang. Tidak diketahui secara pasti mengapa bangunan ini dinamakan Bumi Ageng. Karena bangunannya “sementara” digunakan sebagai tempat tinggal dan kantor pengawas. Belum diketahui sudah berapa lama Bumi Azeng beroperasi sebagai tempat penampungan sementara. Mungkin tidak ada catatan yang mendokumentasikannya.

Sejarah 4 Tokoh Islam Di Purwakarta, Nomor Tiga Dikenal Gurunya Syekh Nawawi Al Bantani

Setelah peresmian kota dan mandapam, bupati R.A. Suryavinath dan keluarganya pergi ke penginapan. Namun sangat disayangkan, tidak ditemukan atau ada catatan yang menyebutkan kapan Pendopo dibangun.

Penginapan ini terletak di Jalan Gandanagar, Kampung Koum, Desa Sipaisan, Kecamatan Purkarta, Koordinat GPS: 6° 33′ 24″ S, 107° 26′ 32″ E.

Bangunan ini dibangun dengan gaya Indian Empire Stijl yang indah dan anggun dengan ornamen Sunda. Adapun fungsi loji pada masa lalu, selain sebagai kantor negara juga berfungsi sebagai tempat tinggal Kepala Negara. Kabin tersebut diperkirakan akan direnovasi pada tahun 1854 atau 1856, dengan atap bangunan diganti dengan ubin dan lantainya dengan batu bata. Sebagian bangunan masih mempertahankan arsitektur tradisional. Bagi Anda yang menyukai sejarah dan arsitektur, mangkuk ini wajib Anda kunjungi.

Kediaman K.K. Singavinatha, Kampus Seplak, Desa Nagri Kidul, Kecamatan Purkarta, Koordinat GPS: 06° 33′ 543″ S, 107° 26′ 803″ E.

Sejenak Di Purwakarta

Pembangunan Gedung Karesidenan ini erat kaitannya dengan posisi pendahulunya sebagai ibu kota Karesidenan Karwang. Pada awal pemerintahan Raja Shastra Daingrat I (1854), Purvkarta Karwang menjadi ibu kota Karesidenan. Namun, orang Karwang tinggal di kota Karwang selama beberapa waktu. Contoh itu datang dalam waktu tertentu. Hal ini karena kota Purvkarta belum membangun bangunan tempat tinggal dan sarana transportasi yang kurang memadai. Status kota sebagai pusat pemerintahan daerah telah mengubah status kota. Sejak saat itu, dinamika kehidupan di kota kuno semakin mengarah ke kehidupan modern.

Bangunan tempat tinggal di Purkarta dibangun pada awal abad ke-20 dengan dibangunnya rel kereta api antara Batavia-Padalarang melalui Purkarta. Kereta api Karwang-Bagaharta (41 km) diresmikan pada 27 Desember 1902. Rute tersebut mencapai Padlaranga pada tahun 1906. Dengan demikian, bangunan tempat tinggal pada pendahulunya mungkin dibangun sekitar tahun 1902.

Setelah bangunan tempat tinggal selesai dibangun dan pelayanan KA Batavia-Padalarang via Purkarta dimulai, masyarakat Karwang berpindah dari Karwang ke Purkarta. Kehadiran bangunan hunian dengan arsitektur modern mengubah suasana kota menjadi kota modern. Pada masa pendudukan Jepang, gedung ini menjadi bagian dari Hombu Kenpaitai (Mabes Polri) Jepang, Bangsal Seoji. Orang Jepang tampaknya memahami pentingnya memberi contoh bagi mereka. Sejak saat itu, kondisi dan keadaan di anteseden sudah pasti berubah, baik di sektor pemerintahan maupun di sektor sosial ekonomi. Selama Perang Revolusi, Gedung Karesidenan berfungsi sebagai markas Angkatan Darat Kelima, dipimpin oleh Letnan. Kolonel Summers.

Terletak di bangunan perumahan

Pdf) Eksistensi Seni Pencak Silat Di Kabupaten Purwakarta (kajian Tentang Strategi Adaptasi)

Peta kota purwakarta, wisata kota purwakarta, wisata di kota purwakarta, perumahan di purwakarta kota, sejarah purwakarta, kota purwakarta, hotel di pusat kota purwakarta, hotel di purwakarta kota, rumah dijual di purwakarta kota, hotel purwakarta kota, kost kota bukit indah purwakarta, hotel daerah purwakarta kota

No Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

    LAINNYA